Sabtu, 07 Januari 2012

Perceraian....haruskah?


Di dalam kehidupan berumah tangga, tidak ada orang yang ingin bercerai. Semua pasti mengharapkan perkawinannya langgeng dan bahagia. Tapi, banyak perceraian yang memang tidak dapat dihindari lagi. Keputusan untuk bercerai pasti melalui pertimbangan yang amat banyak. Bagi sebagian orang, mungkin perceraian menjadi cara yang tepat walaupun mereka tidak menyukainya.
Berikut ini adalah mitos-mitos atau fakta seputar peceraian yang dikutip dari sheknows, mungkin dapat membantu anda memahami fakta dibalik masalah perceraian.

Perceraian merupakan solusi yang mudah

Faktanya, perceraian bukanlah solusi yang mudah dilakukan. Dibutuhkan keberanian yang besar dalam memutuskan tali pernikahan. Mereka memilih meninggalkan kondisi pernikahan yang tengah memburuk dari pada mempertahankan. Pikirkan kembali seandainya Anda akan mengambil keputusan untuk bercerai, sebab perceraian tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

Masyarakat memiliki pandangan yang buruk terhadap perceraian

Budaya kita memang menganggap perceraian adalah sebuah aib. Sebenarnya, kegagalan dalam pernikahan bukanlah sebuah aib, bila memang dapat membahagiakan kedua belah pihak di kehidupan yang baru. Perceraian bukanlah sebuah penyakit yang harus dihindari bila memang Anda tidak bahagia dengan ikatan tersebut.

Salah satu pihak merupakan penyebab perceraian


Setelah bercerai, semua masalah selesai

Faktanya, setelah perceraian masalah tidak begitu saja selesai. Ada banyak masalah yang akan dihadapi kemudian. Pertengkaran mungkin telah selesai, namun akan timbul masalah lain yang masih menyangkut kedua belah pihak. 

Anak-anak akan baik-baik saja setelah bercerai

Faktanya, anak korban perceraian tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Ini adalah masalah yang bisa diabaikan. Tidak semua anak memahami ketidakcocokan antara ayah dan ibu mereka. Banyak anak yang mengalami trauma dan akan mempengaruhi perkembangan mental mereka.

Ada banyak masalah yang dihadapi oleh orang-orang yang bercerai, baik pihak wanita maupun pria. Hurlock merangkum beberapa masalah yang timbul, seperti di bawah ini:

Masalah ekonomi

Setelah perceraian, suami maupun istri akan mengalami pengurangan pemasukan, karena penghasilan suami kini harus menafkahi dua rumah tangga ( jika si suami sudah menikah lagi ). Tidak jarang juga, para wanita yang bercerai harus mencari pekerjaan untuk menyokong tunjangan yang mungkin diberikan suami, dan untuk memenuhi biaya hidup anak-anaknya.

Masalah praktis

Walaupun sebelum terjadi perceraian suami hanya membantu beberapa tugas rumah tangga, kini istri harus bertanggung jawab sendiri tidak hanya terhadap semua pekerjaan rumah tangga, tapi juga pekerjaan yang biasa dilakukan oleh kaum pria.

Masalah psikologis

Setelah perceraian, baik pihak wanita maupun pria, cenderung memiliki perasaan tak menentu dan kehilangan identitas. Masalah-masalah ini lebih banyak terjadi pada wanita, yang tadinya mengasosiasikan identitasnya dengan identitas suaminya.

Masalah emosional

Pada banyak wanita, perasaan-perasaan seperti rasa bersalah, rasa malu, kebencian dan dendam, kemarahan, serta kecemasan terhadap masa depan biasanya menjadi sangat dominan dalam diri mereka, bahkan dapat mengubah kepribadiannya.

Masalah sosial

Wanita yang bercerai biasanya merasa ditinggalkan, dan menjadi ”terkunci” dalam dunia bersama anak-anak mereka. Kehidupan sosial mereka hanya terbatas pada aktivitas bersama kerabat dan teman-teman dari jenis kelamin yang sama.

Masalah karena kesepian

Ketika telah terbiasa berada dalam companionship ( persahabatan ) dengan pasangan, wanita (dan pria) yang bercerai akan merasa kesepian ketika mereka kehilangan companionship dari seseorang yang memiliki nilai-nilai dan ketertarikan yang sama.

Masalah karena pembagian hak pengasuhan anak

Ketika hak pengasuhan anak dibagi kepada kedua orang tua setelah bercerai, masing-masing orang tua yang bercerai akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian, baik terhadap diri mereka sendiri maupun anak-anak. Masalah terjadi ketika misalnya, anak tidak patuh pada satu orang tua, setelah ia berada bersama orang tua yang lain.

Masalah seksual

Setelah bercerai, kedua belah pihak akan merasa kekurangan aktivitas seksual yang biasa dilakukan, kecuali mereka menikah lagi segera setelah bercerai. Wanita yang memiliki anak biasanya akan kesulitan untuk memikirkan alternatif ini, sehingga interval waktu setelah bercerai dan menikah kembali (remarried) cenderung lebih panjang pada wanita daripada pria.

Masalah-masalah perubahan konsep diri

Tanpa memperhatikan pihak mana yang menimbulkan masalah yang mengakibatkan perceraian, kedua belah pihak biasanya akan merasakan kegagalan dalam pernikahan, merasakan benci atau dendam terhadap satu sama lain. Perasaan-perasaan ini, tanpa bisa dihindari, akan mewarnai konsep diri mereka yang mengarah kepada perubahan kepribadian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar