Pernahkah Anda mengamati apa
yang dilakukan oleh para orangtua di sekitar kita? Atau bahkan hal ini bisa
saja terjadi pada diri Anda sendiri. Tidak bisa kita pungkiri, sejak dini
anak-anak telah dikenalkan dengan persaingan.
Bentuknya pun beragam, mulai dari
lomba, sayembara, kompetisi hingga olimpiade. Ini bertujuan agar anak memiliki
mental kompetitif dan tidak gampang menyerah. Selain itu, sekolah pun tidak mau
ketinggalan. Berbagai program disiapkan agar anak menjadi seorang pemenang. Apa
yang dilakukan oleh pihak sekolah tidak sepenuhnya salah, karena memang
tuntutan era globalisasi seperti itu.
Program yang sekarang sedang
hangat-hangatnya dibuat oleh sekolah adalah RSBI atau Rintisan Sekolah
Berstandar Internasional. Tidak sedikit orangtua yang berusaha untuk memasukkan
anaknya ke dalam sekolah-sekolah dengan standar internasional. Mahalnya biaya
tidak menjadi halangan. Padahal yang sekolah disana belum tentu menjamin si
anak akan sukses nantinya.
Tanpa orangtua sadari, sikap
ambisius orangtua seringkali membuat anak terkungkung dalam situasi yang
menekan. Ambisi ini dapat berupa sikap menuntut anak untuk berprestasi pada
suatu bidang. Tak jarang, bila anak gagal mencapai target, anak akan dianggap
bodoh dan gagal. Kompensasinya, orangtua akan memarahi, “menghina”, atau
menyindir. Dan untuk memenuhi ambisi tersebut, anak akan diikutkan bimbingan
belajar dan tambahan pelajaran agar tidak tertinggal.
Sistem pendidikan dewasa ini
menetapkan kurikulum dengan jam belajar yang semakin bertambah panjang, 8 jam
di sekolah masih harus ditambah beberapa jam lagi di luar sekolah. Situasi
seperti ini, membuat kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi menjadi
sempit, dan ini bisa menjadi tekanan tersendiri bagi anak. Kondisi seperti ini
membuat anak tumbuh dalam ketakutan untuk gagal dan melakukan kesalahan.
Pada akhirnya hal ini membuat
batin anak menjadi tertekan, sehingga apapun kegiatan positif yang dipilihkan
orangtua akan menjadi momok bagi si anak. Bisa saja, anak akan membolos dan
menggunakan berbagai alasan untuk menghindari kegiatan tersebut.
Jika sudah begini, impian
untuk mendapat prestasi akademis yang baik tinggal menjadi kenangan. Motivasi
berprestasi anak akan turun dan yang ada hanyalah perasaan cemas serta takut
gagal. Anak akhirnya enggan mencoba meraih nilai cemerlang dan bukan tak
mungkin, anak akan gagal meraih prestasi dan tak naik kelas.
Hal ini bukan akhir yang diharapkan oleh setiap orangtua. Semua orangtua tentunya berharap bahwa anaknya
akan memiliki prestasi cemerlang dan dapat menjadi kebanggaan orangtua. Bahkan
bila perlu, anak dapat membawa nama bangsa ke ranah internasional. Nah untuk mendapatkan
itu, orangtua perlu mendukung anak. Perhatian, keadaan lingkungan, menjaga
kesehatan, serta asupan gizi menjadi salah satu hal penting untuk meraih kesuksesan.
Namun yang perlu diingatkan
adalah, apa yang mereka lakukan hanya untuk kemajuan anak. Bukan untuk ambisi
atau obsesi pribadi. Jangan sampai anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam
menjalani hidup. Biarkan mereka memilih apa yang terbaik bagi mereka. Sebagai
orangtua, kita hanya mendukung dan mengarahkan saja supaya pilihan mereka
benar-benar sesuai dengan kemampuan anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar